Kritik Terhadap Keadilan: Review dan Analisis Film Beauty and the Dogs

Kritik Terhadap Keadilan Review dan Analisis Film Beauty and the Dogs
Review Film - Tayangan perdana film Beauty and the Dogs (Alaa kaf Ifrit/La belle et la meute) di Festival Film Cannes 2017 membawa nuansa mencekam sekaligus menggugah. Disutradarai oleh Kaouther Ben Hania, film ini menawarkan pengalaman sinematik yang intens dan mendalam, mengangkat tema sensitif tentang kekerasan seksual dan sistem birokrasi yang menindas. Berdasarkan kisah nyata, Beauty and the Dogs menggabungkan elemen thriller dan drama sosial dengan teknik one-shot yang brilian, menciptakan sebuah karya yang menuntut perhatian dan empati dari penontonnya.

Teknik One-Shot yang Menarik Perhatian

Salah satu hal paling menonjol dari Beauty and the Dogs adalah penggunaan teknik one-shot yang efektif. Teknik ini memungkinkan penonton untuk merasakan ketegangan dan emosi karakter secara langsung, tanpa gangguan pemotongan atau transisi kamera. Ben Hania memilih pendekatan ini untuk menghadirkan keintiman yang mendalam dengan protagonis, Mariam, yang diperankan dengan kuat oleh Mariam Al Ferjani.

Film ini dimulai dengan Mariam yang bersiap untuk menghadiri sebuah pesta di asrama tempatnya tinggal. Meski melanggar norma, pesta ini tetap berlangsung karena dihadiri oleh orang-orang yang sudah dikenal. Mariam, yang baru saja menyelesaikan studinya, bertemu dengan Youssef (Ghanem Zrelli) di pesta tersebut. Mereka segera merasa tertarik satu sama lain dan memutuskan untuk keluar bersama, menikmati suasana pantai yang tenang. Namun, malam romantis ini berubah menjadi mimpi buruk ketika Mariam kembali dalam keadaan syok berat, setelah mengalami kekerasan seksual oleh sekelompok polisi.

Ketidakadilan Sistem Birokrasi

Kembali ke rumah sakit, Mariam dan Youssef menghadapi serangkaian rintangan. Alih-alih mendapatkan dukungan dan perawatan, mereka diperlakukan dengan sinis dan ketidakpedulian oleh para petugas medis. Film ini menggambarkan dengan jelas bagaimana sistem birokrasi yang kaku dan tidak mendukung bisa memperburuk penderitaan korban. Mariam harus menghadapi berbagai penolakan dan intimidasi dari aparat, yang mencoba untuk menutup-nutupi kejahatan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka sendiri.

Setiap bab dalam film ini berfungsi sebagai bagian dari perjalanan panjang Mariam dalam mencari keadilan. Ben Hania menggambarkan perjalanan ini dengan detail yang mengejutkan, mengungkapkan betapa beratnya beban yang harus ditanggung oleh Mariam. Dari rumah sakit ke kantor polisi, ketidakpedulian dan penghindaran tanggung jawab dari pihak berwenang membuat situasi semakin memburuk. Mariam tidak hanya harus menghadapi trauma fisik dan emosional, tetapi juga ketidakadilan yang melekat dalam sistem yang seharusnya melindunginya.

Representasi Budaya dan Gender

Beauty and the Dogs tidak hanya berbicara tentang kekerasan seksual, tetapi juga tentang budaya dan gender di Tunisia. Film ini mengeksplorasi bagaimana norma-norma sosial dan harapan budaya membentuk pengalaman Mariam. Di Tunisia, seperti di banyak negara lain, norma-norma ini sering kali membebani perempuan dengan beban tambahan untuk membuktikan diri mereka tidak bersalah, bahkan setelah mengalami kekerasan.

Ben Hania menyentuh isu ini dengan sentuhan yang tajam dan realistis. Pakaian Mariam dan keberadaannya di tempat yang dianggap tidak sesuai menjadi bahan perdebatan dan kritik dari pihak-pihak yang seharusnya membantu. Film ini menggambarkan bagaimana masyarakat sering kali mengalihkan perhatian dari pelaku dan malah menyalahkan korban, sebuah fenomena yang sayangnya masih terjadi di banyak tempat.

Peran Youssef dan Gaslighting

Peran Youssef dalam film ini juga patut dicermati. Meskipun terlihat mendukung dan berusaha membantu Mariam, film ini menampilkan keraguan tentang intensinya. Apakah dia benar-benar memiliki niat baik, ataukah dia hanya mencari keuntungan dari situasi tersebut? Gaslighting, atau manipulasi psikologis, menjadi tema penting dalam film ini, menggambarkan bagaimana aparat dan masyarakat berusaha membuat korban merasa bingung dan tidak berdaya.

Youssef, sebagai karakter pendukung, berperan sebagai cermin dari sistem yang lebih besar yang menindas Mariam. Meskipun ia membantu Mariam, film ini tidak sepenuhnya membebaskan dia dari tanggung jawab. Hal ini menambah kompleksitas cerita dan memperlihatkan betapa sulitnya bagi korban untuk menemukan dukungan sejati di tengah kebingungan dan tekanan sosial.

Kesimpulan dan Relevansi Sosial

Beauty and the Dogs adalah sebuah karya sinematik yang tidak hanya menggugah emosi tetapi juga menawarkan kritik tajam terhadap sistem sosial dan birokrasi. Teknik one-shot yang digunakan Ben Hania menghadirkan pengalaman yang mendalam dan mengesankan, menjadikan film ini sebagai salah satu contoh terbaik dari bagaimana teknik sinematik dapat digunakan untuk memperkuat narasi dan pesan sosial.

Film ini menawarkan pandangan yang realistis tentang kekerasan seksual dan ketidakadilan sistemik yang sering kali dihadapi oleh korban. Dengan menggabungkan elemen thriller dengan drama sosial, Beauty and the Dogs tidak hanya menyajikan sebuah cerita yang kuat tetapi juga memicu refleksi dan diskusi tentang isu-isu yang relevan di masyarakat saat ini.

Secara keseluruhan, Beauty and the Dogs layak mendapat apresiasi sebagai karya yang berani dan berwawasan. Film ini tidak hanya menjadi cermin bagi sistem yang rusak tetapi juga memberikan suara kepada mereka yang sering kali tidak terdengar. Dengan skor 4/5, film ini adalah pilihan wajib bagi mereka yang tertarik dengan sinema yang menawarkan lebih dari sekadar hiburan, tetapi juga momen-momen introspeksi dan pemikiran mendalam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama