Mantan Pegawai BPOM Terlibat Pemerasan dan Gratifikasi Senilai Rp 3,49 Miliar

Mantan Pegawai BPOM Terlibat Pemerasan dan Gratifikasi Senilai Rp 3,49 Miliar

National – Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan SD, mantan pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi terhadap Direktur PT AOBI, FK. Jumlah gratifikasi yang diduga diterima oleh SD mencapai Rp 3,49 miliar, yang berlangsung selama periode 2021 hingga 2023.

Kombes Arief Adiharsa, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, mengonfirmasi bahwa penetapan SD sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan alat bukti yang cukup serta hasil gelar perkara pada 24 Juni 2024.

“Pemberian uang dari FK ke SD diduga dilakukan karena adanya permintaan berulang kali dari SD kepada FK,” jelas Arief dalam keterangan tertulis, Senin (12/8/2024).

Dalam proses penyidikan, tim penyidik melibatkan pemeriksaan terhadap dua ahli, yakni ahli pidana dan bahasa, serta 28 saksi.

Saksi-saksi yang diperiksa meliputi 17 orang dari BPOM, delapan saksi dari pihak swasta, dan tiga saksi dari instansi di luar BPOM, termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan perbankan.

Arief juga merinci sejumlah uang yang diterima oleh SD, antara lain Rp 1 miliar yang diduga digunakan untuk menggulingkan Kepala BPOM, Rp 967 juta yang disalurkan melalui rekening atas nama DK, Rp 1,178 miliar yang langsung masuk ke rekening SD, dan Rp 350 juta yang diterima secara tunai untuk pengurusan sidang PT AOBI oleh BPOM.

Selain uang, polisi juga menyita barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 1,3 miliar serta 65 dokumen terkait kasus ini.

Barang-barang ini dianggap sebagai bukti kuat yang memperkuat keterlibatan SD dalam dugaan pemerasan dan gratifikasi tersebut.

Sebagai respons terhadap temuan ini, BPOM telah menjatuhkan sanksi disiplin kepada SD berupa demosi dari jabatannya sebagai Kepala Besar POM Bandung menjadi Pelaksana Balai Besar POM di Tarakan.

SD kini dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika terbukti bersalah, SD menghadapi ancaman hukuman yang berat.***

Fauzi

Content Writer, Copywriter, Journalist

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama