Polri Ungkap Modus Pemerasan Eks Pegawai BPOM Senilai Rp 3,49 Miliar

Polri Ungkap Modus Pemerasan Eks Pegawai BPOM Senilai Rp 3,49 Miliar
National – Dittipidkor Bareskrim Polri menetapkan SD, seorang mantan pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi yang mencapai nilai Rp 3,49 miliar. Tindakan pemerasan ini dilakukan terhadap FK, Direktur PT AOBI, dalam kurun waktu 2021 hingga 2023.

Modus Operandi dan Detail Kasus

Kombes Arief Adiharsa, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa SD secara berulang kali meminta uang kepada FK dengan berbagai dalih yang berkaitan dengan urusan perusahaan PT AOBI di BPOM.

Dalam jangka waktu dua tahun, SD berhasil mengumpulkan sejumlah besar uang dari FK, yang dilaporkan digunakan untuk beberapa kepentingan pribadi dan operasional, termasuk dugaan penggulingan Kepala BPOM.

Arief menjelaskan bahwa SD, dalam operasinya, menggunakan berbagai cara untuk menekan FK agar memberikan sejumlah uang.

“Pemberian uang dari FK ke SD diduga dilakukan karena adanya permintaan berulang kali dari SD kepada FK,” ungkap Arief dalam keterangan persnya pada Senin (12/8/2024).

Dalam rincian yang disampaikan oleh Arief, SD menerima uang sebesar Rp 1 miliar dengan tujuan diduga untuk menggulingkan Kepala BPOM. Selain itu, Rp 350 juta diterima oleh SD secara tunai untuk mengurus sidang PT AOBI di BPOM. Ada juga aliran dana sebesar Rp 967 juta yang masuk ke rekening lain atas nama DK, serta Rp 1,178 miliar yang masuk langsung ke rekening pribadi SD.

Proses Penyelidikan dan Bukti yang Disita

Penetapan SD sebagai tersangka tidak dilakukan secara terburu-buru. Setelah mengumpulkan cukup alat bukti, penyidik Bareskrim Polri melakukan gelar perkara pada 24 Juni 2024.

Berdasarkan hasil gelar perkara tersebut, serta alat bukti yang cukup, SD akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

“Penyidik telah memeriksa dua ahli, yaitu ahli pidana dan bahasa, serta 28 saksi yang terdiri dari 17 saksi dari BPOM, delapan saksi dari pihak swasta, dan tiga saksi dari instansi lain di luar BPOM, termasuk KPK dan perbankan,” lanjut Arief.

Dari hasil penyelidikan, pihak kepolisian berhasil menyita sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan adanya tindak pidana pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan oleh SD.

Barang bukti yang disita antara lain uang tunai senilai Rp 1,3 miliar serta 65 dokumen terkait dugaan gratifikasi ini. Dokumen-dokumen tersebut mencakup berbagai transaksi keuangan dan komunikasi yang mengaitkan SD dengan tindakan korupsi yang dituduhkan.

Sanksi dari BPOM dan Langkah Hukum Lanjutan

Tidak hanya menghadapi proses hukum, SD juga dikenakan sanksi administratif dari BPOM. Setelah dugaan pelanggaran ini terungkap, BPOM segera mengambil tindakan dengan mendemosi SD dari posisinya sebagai Kepala Besar POM Bandung menjadi Pelaksana Balai Besar POM di Tarakan. Langkah ini merupakan bagian dari tindakan disiplin yang diambil oleh BPOM untuk menjaga integritas lembaga.

Sementara itu, SD kini menghadapi ancaman hukuman berat atas perbuatannya. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, SD dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal-pasal tersebut mengatur tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi, termasuk pemerasan dan gratifikasi, dengan ancaman hukuman yang cukup berat.

Pihak kepolisian juga terus mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain. Penyelidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dapat dimintai pertanggungjawaban hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tindakan Penanganan Kasus Korupsi

Kasus ini menyoroti komitmen Polri dan BPOM dalam menangani kasus korupsi dan menjaga integritas lembaga. Penetapan SD sebagai tersangka merupakan bagian dari upaya yang lebih luas dalam memberantas korupsi di Indonesia, khususnya dalam sektor-sektor yang memiliki dampak langsung pada masyarakat, seperti pengawasan obat dan makanan.

BPOM sendiri, sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keamanan dan kesehatan masyarakat, menunjukkan ketegasan dalam menindak oknum yang terlibat dalam tindakan yang merusak kepercayaan publik.

Demosi SD dan langkah-langkah disiplin lainnya diharapkan dapat menjadi peringatan bagi pegawai lainnya untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

Kasus ini juga menjadi pengingat bagi perusahaan-perusahaan dan individu untuk melaporkan jika mereka menjadi korban pemerasan atau tindak pidana lainnya, guna mencegah kerugian yang lebih besar dan mendukung penegakan hukum di Indonesia.

Dengan penetapan SD sebagai tersangka, diharapkan kasus ini dapat segera diselesaikan melalui proses hukum yang adil dan transparan, serta menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak dalam memerangi korupsi di berbagai sektor.***

Fauzi

Content Writer, Copywriter, Journalist

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama