Review Buku Merahnya Ajaran Bung Karno: Aktualisasi Pemikiran Soekarno dalam Konteks Kontemporer

Review Buku Merahnya Ajaran Bung Karno Karya Airlangga Pribadi Kusman Aktualisasi Pemikiran Soekarno dalam Konteks Kontemporer
Review Buku - Buku Merahnya Ajaran Bung Karno karya Airlangga Pribadi Kusman membawa kita pada suatu perjalanan intelektual yang mendalam untuk memahami dan mengaktualisasikan ajaran-ajaran Soekarno dalam konteks dunia modern. Buku ini bukan sekadar menyajikan narasi historis tentang pemikiran politik Bung Karno, tetapi juga mengajak pembaca untuk menggali makna yang lebih dalam dari ajaran Marhaenisme dan bagaimana relevansinya dalam situasi sosial-politik Indonesia saat ini.

Airlangga Pribadi, sebagai seorang akademisi dan intelektual, tidak hanya menggambarkan sosok Soekarno sebagai seorang pemikir besar, tetapi juga sebagai seorang pejuang yang menjadikan teori-teorinya sebagai landasan perjuangan praktis untuk pembebasan rakyat Indonesia. Buku ini berupaya membedah pemikiran Soekarno yang kerap kali dianggap hanya sebagai retorika politik, namun sebenarnya memiliki kedalaman intelektual yang sangat kaya.

Soekarno dan Pemikiran Revolusionernya

Dalam buku ini, Airlangga menjelaskan bahwa Soekarno bukanlah seorang pemikir biasa. Pemikiran Soekarno lahir dari pengalaman langsung dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bertemu dengan seorang petani miskin bernama Marhaen, Soekarno melihat secara langsung bagaimana sistem kolonialisme dan kapitalisme bekerja untuk menindas rakyat kecil. Dari pertemuan inilah, lahir teori Marhaenisme yang kemudian menjadi landasan ideologis perjuangan politiknya.

Soekarno melihat kapitalisme bukan sekadar sebagai sistem ekonomi, tetapi sebagai sebuah struktur politik dan sosial yang menghisap kehidupan rakyat. Pandangan ini berbeda dengan perspektif banyak pemimpin politik lainnya yang seringkali melihat kapitalisme hanya sebagai sebuah bangunan ekonomi yang bisa diubah atau diperbaiki tanpa merombak sistem politik dan sosial yang mendasarinya. Dalam pandangan Soekarno, kapitalisme adalah ide yang tertanam dalam seluruh struktur kehidupan masyarakat, dan karena itu harus dihadapi secara menyeluruh, tidak hanya di permukaan.

Airlangga dalam buku ini juga mengkritik pandangan-pandangan yang meremehkan intelektualitas Soekarno. Beberapa akademisi, seperti Peter Worsley, pernah membandingkan Soekarno dengan pemimpin lainnya seperti Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta, dengan mengatakan bahwa Soekarno tidak memiliki wawasan intelektual yang mendalam. Airlangga menolak pandangan ini dengan menunjukkan bahwa pemikiran Soekarno tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga sangat praktis dan relevan dalam perjuangan politik.

Pancasila sebagai Ideologi Pembebasan

Salah satu bagian penting dalam buku ini adalah pembahasan mengenai Pancasila. Airlangga menekankan bahwa Pancasila bukan sekadar dasar negara, tetapi merupakan sebuah ideologi pembebasan yang lahir dari perjuangan panjang Soekarno untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penindasan. Dalam pidatonya yang terkenal pada 1 Juni 1945, Soekarno memperkenalkan Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia yang merangkum berbagai pandangan filosofis tentang nasionalisme, humanisme, demokrasi, keadilan sosial, dan ketuhanan.

Airlangga menunjukkan bagaimana Pancasila merupakan hasil dari rangkaian konsepsi utama dalam pemikiran Soekarno, seperti sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Menurutnya, Pancasila adalah kondensasi dari perjuangan Soekarno untuk membangun sebuah negara yang adil dan makmur bagi seluruh rakyatnya, bukan hanya bagi segelintir elit. Ini berarti bahwa Pancasila harus dilihat sebagai sebuah ideologi yang progresif dan berorientasi pada rakyat, yang selalu siap untuk melawan segala bentuk ketidakadilan dan penindasan.

Dalam konteks ini, Airlangga juga menyinggung bagaimana Pancasila seringkali disalahgunakan oleh kekuasaan yang ada untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Buku ini menyoroti bagaimana Pancasila seharusnya diaktualisasikan dalam praksis politik yang berpihak pada rakyat, bukan sebagai alat legitimasi kekuasaan yang menindas. Pancasila, dalam pandangan Soekarno yang diuraikan oleh Airlangga, adalah ideologi yang harus terus hidup dalam perjuangan rakyat untuk mencapai kemerdekaan yang sejati, bukan sekadar kemerdekaan politik tetapi juga kemerdekaan ekonomi dan sosial.

Merahnya Ajaran Bung Karno: Narasi Pembebasan

Buku Merahnya Ajaran Bung Karno juga menyoroti bagaimana Soekarno menggunakan ajaran Marhaenisme sebagai alat untuk mendampingi rakyatnya dalam melawan penindasan. Marhaenisme, sebagai narasi pembebasan, berakar pada kondisi sosial kehidupan rakyat yang tertindas oleh sistem kapitalisme-imperialisme. Airlangga menekankan bahwa tujuan utama dari perubahan sejarah menurut Soekarno adalah pembebasan rakyat Marhaen dari belenggu ketidakberdayaan, kekalahan, dan ketidakmampuan akibat penjara-penjara struktural yang diciptakan oleh kekuasaan kapitalis.

Airlangga juga menggarisbawahi bahwa ajaran-ajaran Soekarno tidak bisa dipahami semata-mata sebagai suatu teori perubahan sosial, melainkan sebagai bagian dari tradisi teori kritis yang berakar pada filsafat idealisme Hegelian dan dikembangkan oleh Karl Marx. Kritik dalam pandangan Soekarno adalah upaya untuk menghubungkan diri dengan dunia, untuk memahami realitas dengan segenap totalitas sosial yang ada di dalamnya. Kritik ini bukan sekadar perlawanan terhadap kemapanan, tetapi sebagai cara untuk menyelami kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan yang lebih mendalam dan rasional terhadap dunia.

Dalam perspektif ekonomi-politik, Soekarno menguraikan bagaimana kapitalisme bekerja untuk menghisap kehidupan rakyat melalui sistem produksi, proses eksploitasi kerja manusia, dan pola kekuasaan dalam masyarakat. Airlangga menunjukkan bahwa teori kritis yang dikembangkan oleh Soekarno bertujuan untuk membongkar kondisi sosial yang menindas rakyat, dan pada akhirnya untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu ketertindasan yang diciptakan oleh sistem kapitalisme-imperialisme.

Kontekstualisasi Ajaran Soekarno dalam Zaman Modern

Salah satu kekuatan utama dari buku ini adalah kemampuannya untuk mengkontekstualisasikan ajaran-ajaran Soekarno dalam zaman modern. Airlangga dengan cerdas mengaitkan pemikiran Soekarno dengan situasi sosial-politik kontemporer, menunjukkan bahwa ajaran Marhaenisme masih sangat relevan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Airlangga menekankan bahwa proyek pembebasan yang digagas oleh Soekarno belum selesai, dan bahwa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang sejati masih harus dilanjutkan. Buku ini mengajak pembaca untuk melihat kembali ajaran-ajaran Soekarno sebagai sumber inspirasi dan pedoman dalam menghadapi berbagai masalah sosial, politik, dan ekonomi yang masih melanda Indonesia.

Airlangga juga mengkritik bagaimana kekuasaan politik di Indonesia seringkali melupakan ide dan gagasan yang mengkonstruksikannya, sehingga kekuasaan yang ada cenderung melakukan kekerasan, baik dalam bentuk fisik maupun struktural. Dalam hal ini, Airlangga menyoroti manipulasi yang terjadi di Mahkamah Konstitusi dan justifikasi yang digunakan untuk pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) sebagai contoh bagaimana kekuasaan dapat menyimpang dari cita-cita awalnya.

Buku ini juga mengingatkan kita bahwa pemimpin yang ideal adalah mereka yang mampu berpikir secara intelek dan tidak melupakan ide-ide yang membentuk kekuasaan mereka. Airlangga mengutip pemikiran modern dari filsuf politik Hannah Arendt yang mengatakan bahwa kekuasaan terbentuk bukan dalam diri si aktor, tetapi oleh ide-ide kolektif yang membentuknya. Dalam pandangan ini, ketika seorang pemimpin melepaskan diri dari ide-ide tersebut, kekuasaannya cenderung menjadi represif dan destruktif.

Kesimpulan

Merahnya Ajaran Bung Karno adalah sebuah karya yang luar biasa dalam mengupas ajaran-ajaran Soekarno dan relevansinya dalam konteks kontemporer. Buku ini tidak hanya memberikan wawasan mendalam tentang pemikiran politik Soekarno, tetapi juga mengajak kita untuk melihat kembali ajaran-ajarannya sebagai sumber inspirasi dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang sejati bagi rakyat Indonesia.

Airlangga Pribadi dengan cerdas mengkontekstualisasikan pemikiran Soekarno dalam situasi sosial-politik modern, menunjukkan bahwa ajaran Marhaenisme masih sangat relevan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Buku ini mengajak kita untuk tidak hanya mengagumi Soekarno sebagai seorang pemimpin besar, tetapi juga untuk menggali dan mengaktualisasikan pemikirannya dalam perjuangan kita sehari-hari.

Dengan demikian, Merahnya Ajaran Bung Karno adalah sebuah buku yang wajib dibaca bagi siapa saja yang ingin memahami pemikiran Soekarno dan bagaimana ajaran-ajarannya dapat diterapkan dalam konteks kontemporer. Buku ini tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah pemikiran politik Indonesia, tetapi juga menawarkan perspektif kritis yang dapat membantu kita dalam menghadapi berbagai tantangan sosial, politik, dan ekonomi yang ada di depan kita.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama