Bea Cukai Soekarno-Hatta dan Avsec PT Angkasa Pura II Gagalkan Penyelundupan Satwa Langka ke India

Bea Cukai Soekarno-Hatta dan Avsec PT Angkasa Pura II Gagalkan Penyelundupan Satwa Langka ke India
Regional – Bea Cukai Soekarno-Hatta bersama dengan tim Aviation Security (Avsec) PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta berhasil menggagalkan dua upaya penyelundupan ekspor satwa langka ke India dalam waktu yang berdekatan.

Upaya tersebut melibatkan pengangkutan 50 burung endemik, 5 binatang primata, dan seekor binatang berkantung (marsupial), yang seluruhnya berasal dari Indonesia.

Kedua penindakan ini berhasil mengamankan 10 warga negara India yang diduga terlibat dalam jaringan perdagangan satwa ilegal internasional.

Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, menjelaskan bahwa penindakan pertama dilakukan pada 29 Juli 2024. Operasi ini berawal dari kecurigaan petugas terhadap empat koper milik penumpang IndiGo Air tujuan Mumbai, India.

Koper-koper tersebut dimiliki oleh BKM (49), ZAS (48), SDB (47), dan AMAS (47), yang semuanya adalah warga negara India. Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, ditemukan 30 ekor burung endemik dari Indonesia yang disembunyikan di dalam koper mereka.

Burung-burung tersebut termasuk 12 ekor Maleo Senkawor (Macrocephalon maleo), 2 ekor Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis melanoleucus), 6 ekor Cendrawasih Belah Rotan (Cicinnurus manificus), 7 ekor Kolibri Black Sunbird (Leptocoma sericea), dan 2 ekor Kolibri Kelapa (Anthreptes malacensis).

"Kasus ini menambah daftar upaya penyelundupan ekspor satwa langka melalui Bandara Soekarno-Hatta, yang semakin sering terjadi belakangan ini. Pada awal Juli 2024, kami juga menindak upaya penyelundupan burung cendrawasih dan berang-berang albino oleh warga negara India, yang diduga terkait dengan jaringan perdagangan satwa liar internasional di India," ujar Gatot.

Menurut Gatot, modus yang digunakan oleh para pelaku dalam upaya penyelundupan ini adalah dengan menyembunyikan satwa-satwa tersebut di dalam koper dan membawanya tanpa disertai dokumen perizinan yang sah.

Para pelaku mengaku diperintahkan oleh seorang pengendali di India untuk membawa koper tersebut ke Indonesia dan mengisinya dengan burung-burung langka sebelum membawanya kembali ke India. Pelaku juga diiming-imingi pekerjaan setelah kembali ke India.

Penindakan kedua dilakukan hanya tiga hari kemudian, tepatnya pada 1 Agustus 2024. Kali ini, Bea Cukai Soekarno-Hatta menindak enam koper milik penumpang Malindo Air dengan tujuan akhir Bengaluru, India.

Para penumpang tersebut berinisial AKK (50), BS (37), BR (56), SAS (49), SES (36), dan VS (48), yang semuanya juga merupakan warga negara India. Seperti penindakan pertama, modus yang digunakan para pelaku adalah menyembunyikan satwa-satwa langka di dalam koper.

Dari penindakan ini, petugas menemukan 26 ekor satwa berbagai jenis, termasuk 6 ekor Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor), 4 ekor Cendrawasih Mati Kawat, 1 ekor Cendrawasih Kerah Besar (Lophorina superba), 8 ekor Burung Raja Perling Sulawesi (Basilornis celebensis), 1 Ekor Elang Alap Kelabu (Accipiter hiogaster), 5 Ekor Tarsius (Tarsius sp), dan 1 Ekor Kuskus (Phalanger sp).

Para pelaku mengaku bahwa koper tersebut dititipkan kepada mereka untuk dibawa ke India, dan mereka diiming-imingi liburan gratis ke Indonesia serta upah sebesar 10.000 Rupee atau sekitar 2 juta rupiah untuk menjalankan misi tersebut.

Gatot menambahkan, proses hukum terhadap kasus-kasus penyelundupan satwa langka yang dilakukan oleh 10 warga negara India telah memasuki tahap penyidikan. Dalam tahap ini, 10 orang yang terlibat telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka diduga kuat melakukan pelanggaran terhadap undang-undang kepabeanan, khususnya Pasal 102A huruf a dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, yang merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Pasal tersebut mengatur bahwa kegiatan ekspor barang harus disertai dengan pemberitahuan pabean yang sah. Karena para tersangka ini diduga mengekspor barang tanpa menyampaikan pemberitahuan pabean, mereka dapat diancam dengan hukuman yang sangat berat.

Hukuman tersebut mencakup pidana penjara maksimal selama 10 tahun dan denda maksimal sebesar 5 miliar rupiah.

“Saat ini, semua kasus tersebut telah dinaikkan ke tahap penyidikan dengan 10 pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga melanggar tindak pidana kepabeanan Pasal 102A huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yakni mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean. Ancaman hukumannya adalah pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal 5 miliar rupiah,” tambah Gatot.

Barang bukti satwa yang disita dari kedua penindakan tersebut kini telah dititiprawatkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta untuk penanganan lebih lanjut. Satwa-satwa yang diselamatkan ini, seperti burung maleo dan cendrawasih, termasuk dalam daftar spesies yang dilindungi dan terancam punah. Menurut Gatot, penindakan ini sangat penting untuk menjaga kelestarian satwa endemik Indonesia yang hampir punah, serta untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Menurut data dari United Nations Environment Programme (UNEP), India merupakan negara dengan risiko tinggi dalam perdagangan satwa liar ilegal, terutama melalui jalur transportasi udara.

Peningkatan permintaan akan hewan peliharaan eksotis serta berkembangnya pasar gelap di India menjadi faktor utama yang mendorong maraknya perdagangan satwa liar ilegal dari negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

“Bea Cukai Soekarno-Hatta akan terus berkolaborasi dengan maskapai dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan imbauan kepada penumpang agar selalu mematuhi peraturan terkait pembawaan barang, terutama satwa langka, dari Indonesia. Pelanggaran peraturan ini akan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku,” tutup Gatot.***

Fauzi

Content Writer, Copywriter, Journalist

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama